UGM berkomitmen untuk terus mengembangkan riset di bidang gas, energi baru, dan terbarukan untuk mendukung percepatan kemandirian energi. Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UGM, Prof. Dr. Suratman, M.Sc mengatakan untuk mewujudkan komitmennya UGM tidak hanya melakukan penelitian saja, namun juga membangun jejaring dengan pemerintah dan industri.
“Ini perlu dilakukan agar hasil-hasil penelitian UGM dapat diproduksi secara massif oleh industri dan selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat,” tegas Suratman dalam Forum Riset Industri Indonesia ke-6 di UGM Kampus Jakarta, Rabu (5/11).
Komitmen UGM untuk mengembangan energi di bidang gas ini diapresiasi oleh pemerintah. Menurut Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Ir. Rida Mulyana, M.Sc. isu energi merupakan isu penting yang harus segera mendapat penanganan selain pangan dan air.
“Energi punya peran sentral di bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan,”urai Rida.
Sayangnya, Indonesia masih dihadapkan dalam tantangan yang sangat besar dalam mewujudkan kedaulatan energi nasional. Untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut, diperlukan kerjasama akademisi, mitra industri, dan masyarakat didukung dengan kebijakan pemerintah agar Indonesia tidak terbelenggu dengan isu krisis energi.
“Kita mengapresiasi forum IIRF ini karena akademisi, pelaku bisnis, pemerintah, dan masyarakat harus bersinergi untuk percepatan kemandirian energi,” tuturnya.
Rida mengakui berdasarkan pengalaman selama ini yang paling sulit dilakukan adalah fasilitasi, termasuk penyediaan teknologi. Oleh karena itu Kementerian ESDM berharap agar perguruan tinggi dapat menghasilkan SDM yang kompeten dan teknologi yang diperlukan agar Indonesia tidak terus bergantung pada teknologi negara lain.
Respon Industri
Sementara itu pelaku bisnis dari PGN, Samator, Wika Industri Energi, dan Prosympac melihat bahwa sebenarnya Indonesia memiliki sumber daya yang cukup untuk kemandirian energi. Dengan upaya yang serius dari semua pihak untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan, para pelaku bisnis optimis bahwa Indonesia dapat segera mewujudkan kemandirian energi.
Andi Nugraha, Direktur WIKA Industri Energi, menyampaikan bahwa potensi tenaga surya di Indonesia sangat besar. Energi surya adalah sumber yang tersedia di seluruh wilayah Indonesia dengan rata-rata produksi per tahun mencapai 1.500 Mio. kWh per 1 MW PV power.
“Dengan potensi itu pemerintah telah merancang pemenuhan kebutuhan energi dengan menggunakan energi surya terutama di daerah Indonesia Timur,” kata Andi.
Andi mengatakan selain melakukan terobosan penggunaan energi baru dan terbarukan hal lain yang perlu dilakukan adalah penghematan.
Pemerintah menurutnya telah melakukan berbagai upaya penghematan di tahun 2014 dan berhasil baik. Melalui berbagai upaya penghematan pada tahun 2014 ini diharapkan subsidi dapat turun menjadi sekitar Rp 71,36 triliun.
Senada dengan Andi, Arif Rochman, Direktur Utama Prosympac juga menyampaikan bahwa pihaknya melihat peluang yang besar bagi industri kelapa sawit untuk membangun sumber energi terbarukan. Optimisme ini terbangun karena Indonesia adalah produsen minyak kelapa sawit nomor satu di dunia dengan lebih dari 600 unit PKS dan produksi CPO lebih dari 22 juta ton/tahun dengan konsumsi dalam negeri hanya 8 juta ton CPO/tahun.
“Indonesia mempunyai lahan plasma perkebunan kelapa sawit lebih dari 10 juta hektar, dimana dalam5-10 tahun ke depan dalam proses replanting dengan potensi biomass terproduksi hingga 75 ton/hektar,” tegas Arif.
Di sisi lain Deputi Direktur OJK, Edi Setiawan menilai kemandirian energi tidak cukup dengan pengembangan teknologi terkait saja, namun juga harus diimbangi dengan dukungan kebijakan keuangan. OJK saat ini mendorong perbankan untuk tidak lagi melakukan greedy financing (fokus pada pertumbuhan ekonomi yang dinilai melalui GDP) dan berubah menjadi green financing. Green financing adalah pembangunan ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan people, profit, perlindungan dan pengelolaan kekayaan alam, serta mengundang partisipasi semua pihak.
“Aktivitas green economy dilakukan dengan mendukung pendanaan proyek-proyek bidang ketahanan pangan dan ketahanan energi serta proyek yang ramah lingkungan oleh Lembaga Jasa Keuangan (LJK),” terang Edi.
Dalam perencaan ke depan, OJK akan melakukan penyempurnaan regulasi dan kebijakan sustainable finance, meningkatkan portofolio pendanaan proyek-proyek ramah lingkungan, dan melanjutkan program peningkatan kapasitas penyediaan sumber-sumber pendanaan proyek-proyek ramah lingkungan seperti Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, pertanian organik, industri hijau dan eco tourism.
Pada acara itu juga dilakukan penandatanganan MoU antara UGM, PT Prosympac dan PT. Graha Tekno Medika di bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat serta hilirisasi riset terapan. MoU dilakukan oleh Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UGM, Prof. Dr. Suratman, M.Sc, Direktur Utama Prosympac, Arif Rochman, M.T serta Komisaris PT. Graha Tekno Medika, Dra. Sri Wahyuningsih, Apt. (Humas. UGM/Wijayanti-Satria)