Universitas Gadjah Mada menggandeng Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (Aspaki) untuk memproduksi alat kesehatan yang akan dikembangkan sendiri oleh UGM melalui pabriknya yang berada di kawasan Science Techno Park (STP) di daerah Purwomartani, Sleman. Beberapa alat kesehatan yang akan diproduksi diantaranya alat sedot cairan bagi penderita hidroscepalus, ring jantung dan alat deteksi kanker nasopharing. Kerja sama tersebut diharapkan akan mendukung terwujudnya kemandirian produksi obat dan alat kesehatan nasional.
“Pengembangan inovasi produk ini bisa sebagai subsitusi impor karena mayoritas alat kesehatan kita masih impor,” kata Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni, Dr. Paripurna Sugarda, kepada wartawan usai panandatanganan kerja sama dengan ketua Umum Aspaki, Ir. Ade Tarya Hidayat, Rabu (25/9) di Hotel Eastparc Yogyakarta.
Selain alat kesehatan, kata Paripurna, pihaknya juga berencana akan memproduksi bahan baku obat parasetamol. Sebab, bahan baku parasetamol yang beredar saat ini masih impor. “Bagaimana obat kita bisa murah jika kita masih impor parasetamol sehingga persaingan obat kita sendiri selalu dimenangkan oleh asing,” katanya.
Menurut Paripurna, kerja sama dengan asosiasi produsen alat kesehatan ini diharapkan bisa mendukung upaya UGM untuk memproduksi obat dan alat kesehatan sendiri agar bisa mewujudkan kemandirian bangsa dalam bidang kesehatan serta mengisi kesenjangan antara industri dan kampus. “Tantangan kita mengisi gap antara pihak industri dan kampus, tentu harus didukung regulasi dari pemerintah dan bermanfaat untuk masyarakat luas,” katanya.
Direktur Pengembangan Usaha dan Inkubasi (PUI) UGM, Dr. Hargo Utomo, MBA., mengatakan ada sepuluh produk obat dan alat kesehatan yang kini dalam proses pengajuan paten yang kemungkinan akan diproduksi melalui Science Techno Park (STP) UGM. “Ada sepuluh produk dalam proses paten, untuk stent jantung belum kita rilis, tunggu waktu,” katanya.
Ketua Aspaki, Ade Tarya Hidayat, mengapresiasi inisiatif UGM menggandeng Aspaki untuk mendukung diproduksinya alat kesehatan buatan dalam negeri. Sebab, menurut Ade, Indonesia termasuk tertinggal dalam urusan produksi alat kesehatan sendiri dibanding dengan negara lain. Tidak heran pengadaan alat kesehatan di rumah sakit masih bergantung dengan produk impor. “Saya salut STP UGM sudah ada hasil nyata, mudah-mudahan bisa memberikan inspirasi dan teladan bagi kampus yang lain,” katanya.
Selain menggelar penandatanganan kerja sama dengan Aspaki, UGM dalam kesempatan yang sama menggelar Industry gathering UGM Science Techno Park. Salah satu narasumber yang hadir adalah Product Manager PT Kimia Farma, Rita Purnamasari, mengatakan ada dua hasil produk kesehatan UGM yang diproduksi dan dipasarkan oleh Kimia Farma adalah GamaCHA sebagai material pengganti tulang dan Ceraspon, obat yang membantu percepatan penjendalan darah dan pertumbuhan jaringan baru. “Keduanya dipakai dipakai oleh para dokter gigi,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)