Pada 13 September lalu, melalui Forum Group Discussion bersama Direktorat Ketahanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (RI) disampaian mengenai perlunya Sinergisme ABGC dalam rangka Pengembangan Inovasi Produk Dalam Negeri. Sinergi antara Academic, Business, Government, dan Community (ABCG) ini diperlukan untuk dapat memaksimalkan inovasi dalam pengembangan alat kesehatan dan produk biologi dalam negeri. Inovasi yang dikembangkan yaitu melalui beberapa cara antara lain technology development (technology demonstration, design, and prototypes), knowledge development (discovery dan basic research), serta business development (licensing, market launch & commercialization and post-licensure).
Strategi rencana aksi produk biologi ini dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, dengan menyediakan data kebutuhan nasional yang akurat terkait produk biologi baik dari data RKO maupun data konsumsi. Kedua, Mendorong industri farmasi untuk dapat mengembangkan produk biologi. Ketiga, sosialisasi terkait mekanisme kebijakan freeze dan unfreeze. Keempat, emastikan pangsa pasar bagi produk biologi dengan mekanisme freeze dan unfreeze di e-catalogue serta memasukkannya dalam paket manfaat JKN melalui Fornas. Kelima, memfasilitasi penyiapan jejaring lab uji dan riset yang dapat diakses bersama oleh industri produk biologi. Keenam, memfasilitasi hubungan antara peneliti dengan industri untuk pengembangan produk biologi dari hulu ke hilir. Terakhir, pendampingan bagi industri produk biologi dalam tahapan uji klinik sampai registrasi termasuk dukungan terkait peningkatan kompetensi SDM.
Tujuan yang diharapkan dengan sinergi dalam pengembangan inovasi alat kesehatan ini adalah untuk membangun kerja sama kolaboratif antara industri,
asosiasi, akademisi, dan pemerintah untuk mewujudkan ekosistem industri alat kesehatan (alkes) dalam negeri yang kondusif. Ekosistem inovasi industri yang kondusif dimaknai dengan pengembangan riset alkes yang berkontribusi pada beberapa hal diantaranya pada peningkatan jumlah industri dalam negeri, peningkatan kapasitas produksi dalam negeri, peningkatan jenis alkes yang diproduksi dalam negeri serta peningkatan kualitas & kuantitas SDM yang menguasai teknologi alkes.
Strategi rencana aksi alat kesehatan dilakukan dengan beberapa hal yaitu 1) menyusun peta kebutuhan substitusi impor alkes yang dibutuhkan, terhadap industri alkes yang telah ada dan prioritas pada pembinaan IKM, 2) menyusun peta jalan sinergitas industri dari hulu ke hilir berbasis peta kebutuhan substitusi impor alkes melalui kemitraan strategis antara ABGC untuk mendorong industri baru berbasis reverse engineering, joint venture, maupun penelitian perintism serta 3) tersedianya inkubator dan venture capital untuk industri alkes baru dalam wadah technopark, maupun dukungan melalui BUMN alkes, dan pendampingan bagi start-ups, serta menciptakan branding dan image alkes dalam negeri.
Sinergi ABCG dalam pengembangan inovasi alkes dalam negeri ini didukung oleh peran pemerintah melalui peraturan yang ada mengenai produk biologi serta alat kesehatan. Terdapat 3 peraturan yang mengatur mengenai produk biologi diantaranya Inpres No. 6 Tahun 2016 mengenai Percepatan Pengembangan Industri Farmasi & Alat Kesehatan, Permenkes No. 17 Tahun 2017 mengenai Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi & Alat Kesehatan, dan Permenkes No. 1010 Tahun 2018 mengenai Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi dan Alkes. Selanjutnya terdapat 3 peraturan lain yang mengatur mengenai alat kesehatan diantaranya Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015 mengenai Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015 – 2035, Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2018 mengenai Rencana Induk Riset Nasional 2017 – 2045 dan Permenkes No. 17 Tahun 2017 mengenai Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan.